Dalam menyusun karya ilmiah maka perlu adanya tatanan yang sesuai dengan EYD. Berikut ini saya akan memberi contoh tentang penulisan karya ilmiah. dan perlu diketahui karaya ini pernah saya kirim ke jakarta namun belum membuahkan hasil, meski demikian karaya ini dapat di jadikan sebagai referensi
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Akhir-akhir ini krisis terus melanda Bangsa Indonesia.padahal indonesia sudah merdeka selama 63 tahun. Tapi rakyatnya masih banyak yang terpendam Dalam lumpur kemiskinan. Apalagi akibat kenaikan harga BBM. Nasib rakyat semakin tidak menentu karena tidak dapat mengikuti derasnya arus ekonomi. Hal tersebut efeknya tidak hanya pada masyarakat namun pondok pesantrenpun terkena imbasnya.
Salah satunya adalah Pondok pesantren AL WARIDIN yang terletak di Desa Pagotan kecamatan Geger Kabupaten Madiun. Untuk mengantisipasi terjadinya kemacetan proses belajar mengajar pondok tersebut mendirikan industri kecil pengolahan kerupuk. Akan tetapi itupun belum cukup untuk memenuhi kebutuhan administrasi pondok. Sebenarnya pemerintah telah berusaha memberikan pinjaman untuk peningkatan Industri tersebut, akan tetapi karena pinjaman itu meminta bunga yang dianggap menyusahkan karena bunga yang ditawarkan terlalu besar, maka tawaran tersebut ditolak. Memang pada dasarnya industri keci menurut undang-undang mendapat suntikan dana. Akan tetapi bunga yang ditawarkan semakin besar. Apa lagi hampir 90% dari santri tersebut berdomisi di pedesaan, dan sebagian besar adalah petani. Maka untuk itu pembangunan ekonomi petani pedesaan sebagai satu kesatuan antara pembangunan sektor pertanian dan industri kecil diarahkan pada upaya pemberdayaan industialisasi. Pengembangan industri ini, sekaligus akan dapat menyediakan lapangan kerja bagi penduduk pedesaan sejalan dengan berkembangnya kegiatan sektor pertanian (on farm) dan di luar pertanian (off farm) melalui proses pengolahan dan kegiatan jasa perdagangan komoditas primer. Berkembangnya kegiatan tersebut akan meningkatkan nilai tambah di pedesaan, perluasan diversifikasi produksi perdesaan, pendapatan petani dan mempercepat akumulasi kapital pedesaan. Dalam perkembangannya, industri kecil pedesaan. Dalam hal ini industrialisasi dapat mempercepat pemerataan pertumbuhan ekonomi, karena dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar (padat karya). Selanjutnya perlu dikembangkan strategi dan kebijaksanaan yang menempatkan industri sebagai salah satu sektor unggulan, apabila sasaran pembangunan adalah sebagian besar penduduk berpendapatan rendah atau miskin terutama yang terkonsentrasi di sektor pertanian dan pedesaan. Pertumbuhan ekonomi di satu pihak, dan pertumbuhan employment (kesempatan kerja) di sektor pertanian dan pedesaan yang menyerap sebagian besar angkatan kerja di lain pihak, bisa saja sebagai dua sisi mata uang yang sama. Perbaikan kesejahteraan itu sendiri sebagai upaya untuk menekan kesenjangan merupakan sumber pertumbuhan yang cukup potensial. Melihat perjalanan industri kecil sebagai salah satu “bagian” yang digeluti masyarakat kecil (masyarakat lapisan bawah), yang mempunyai peranan dalam pembangunan masyarakat, yang mempunyai prospek untuk dikembangkan, maka sangat perlu untuk mendapat sentuhan pembangunan lebih baik lagi agar menjadikan mereka lebih memiliki daya untuk mewujudkan tujuannya.Sebab pada kenyataannya, sektor yang sangat dekat dengan wong cilik ini masih terlalu jauh dari profesionalisme dan kontinunyitas usahanya masih tersendat-sendat dan sangat dipenelitingkan kalau sampai putus di tengah jalan (pailit). Menyadari realitas yang ada pada petani tersebut,pemberdayaan terhadap industri sangat dibutuhkan.Dasar proses pemberdayaan adalah pengalaman dan pengetahuan masyarakat tentang keberadaannya serta kemauan mereka untuk menjadi lebih baik. Proses pemberdayaan masyarakat ini bertitik tolak untuk memandirikan masyaraka agar dapat meningkatkan taraf hidupnya, mengoptimalkan sumber daya setempat sebaik mungkin, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia.
Lebih lanjut, harapan dari proses pemberdayaan ini adalah terwujudnya masyarakat yang bermartabat. Dan dalam proses pembangunan ini harus dapat meningkatkan kesadaran akan hak dan kewajiban masyarakat, dengan memegang teguh aturan-aturan mengenai apa yang menjadi hak dan mana yang bukan, apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan, termasuk menumbuh-kembangkan perilaku yang berbudaya. Kenyataan hingga saat ini, perekonomian Indonesia belum bisa berbasis teknologi tinggi, tetapi industrialisasi dengan landasan sektor pertanian. Industrilisasi merupakan jawaban paling tepat, karena mempunyai keterkaitan ke belakang (backward linkage) dan keterkaitan ke depan (forward linkage) yang panjang. Keterkaitan ke belakang ke sektor pertanian akan memacu pertumbuhan perekonomian pedesaaan, sehingga lambat laun bisa menyelesaikan persoalan-persoalan di desa. Secara tidak langsung hal itu akan menggairahkan lagi kegiatan masyarakat desa, sehingga dapat mengurangi arus urbanisasi.
Untuk itu pihak pondok ALWARIDIN terus mengelola industri kecil pengolahan kerupuk mengingat sebagian besar santri mereka besasal dari kaum tani. Dan tahun demi tahun sektor pertanian semakin berkurang seiring banyaknya dibangun komplek perumahan. Walaupun penghasilan tidak seberapa tetapi industri diharapkan santri dan masyarakat sekitar dapat menggunakan kesempatan tersebut. Sehingga pondok pesantren tidak hanya berfungsi sebagai tempat memperdalam ilmu agama tetapi juga sebagai pemberdayaan ekonomi umat.
B. Rumusan Masalah
Agar mengarah pada tujuan yang hendak dicapai, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa motifasi pendirian industri kerupuk tersebut?
2. Bagaimana prospek industri kerupuk?
3. Bagaimana peran industri kerupuk terhadap perekonomian pondok?
4. Bagaimana peran industri kerupuk terhadap masyarakat?
5. Bagaimana minat konsumen terhadap kerupuk produksi AL WARIDIN?
6. Bagaimana proses pembuatan pembuatannya?
7. Bagaimana manajemen pemasarannya?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan peneliti antara lain:
1. Untuk mengetahui motifasi tentang pendirian industri kerupuk.
2. Untuk mengetahui tentang prospek industri kerupuk.
3. Untuk mengetahui peran industri kerupuk terhadap perekonomian pondok
4. Untuk mengetahui peran industri kerupuk terhadap masyarakat.
5. Untuk mengetahui minat konsumen terhadap kerupuk.
6. Untuk mengetahui cara pembuatan kerupuk.
7. Untuk mengetahui manejemen pemasarannya.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dihahapkan peneliti adalah:
1. Memberikan motifasi bagi industri kerupuk.
2. Memberitahukan kepada masyarakat tentang prospek berwirausaha kerupuk.
3. Memberitahukan kepada masyarakat tentang peranan industri terhadap pondok pesantren.
4. Memberikan peran industri kerupuk kepada masyarakat (umat).
5. Memberitahukan kepada masyarakat seberapa besar minat konsumen terhadap kerupuk.
6. Memberitahukan kepada masyarakat tentang proses pembuatan kerupuk.
7. Memberitahukan kepada masyarakat tentang manejemen pemasarannya.
E. Tinjauan Pustaka
1. Kerupuk
Bagi masyarakat Banyuwangi, kerupuk adalah sesuatu yang vital. Meski tergolong sederhana, makanan ini mampu memberi arti penting. Selain harganya murah, kerupuk menjadi variasi santapan keluarga. Dalam situasi serba sulit sekarang ini, kerupuk adalah alternatif terbaik untuk lauk-pauk keluarga. Di Banyuwangi, kerupuk bisa dijumpai dengan mudah. Hampir di tiap pojok kampung dan perkotaan, kerupuk dijual dengan bebas. Harganya cukup terjangkau. ( http://www.cybertokoh.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=2826).
2. Usaha kecil
Pengembangan Kinerja Usaha Kecil Ditinjau Dari Aspek
( Antoni.,SE.,ME)
Sumber daya manusia merupakan faktor yang penting bagi setiap usaha. Beberapa peneliti menyatakan bahwa sumber daya manusia yang berkualitas akan menentukan kejayaan atau kegagalan dalam persaingan (Tambunan, 2003; Porter dan Rudden, 1982; Porter, 1985, 1986; Grossman dan Helpman, 1993). Begitu juga dengan industri kecil, apabila di dalamnya terdapat sumber daya manusia yang berkualitas tentu akan menjadikan industri kecil berjaya.Bagi perekonomian negara, kejayaan suatu industri kecil akan menjadikan perekonomian suatu negara lebih baik (Kuratko dan Hodgetts, 1998). Oleh karena itu meningkatkan kualitas sumber daya manusia sangat penting dilakukan untuk meningkatkan kinerja dalam bisnis. Terdapat berbagai aspek yang perlu diperhatikan untuk membangun kualitas sumber daya manusia guna menjadikan industri kecil agar lebih berjaya. Hasil Panel Diskusi Nasional Indonesia tentang Penguatan Industri Kecil Menengah (2001) dirumuskan berbagai faktor yang menjadi halangan (barrier) dalam peningkatan daya saing dan kinerja industri kecil Indonesia yang salah satunya adalah masih rendahnya kualitas sumber daya manusia. Rendahnya kualitas tersebut meliputi aspek kompetensi, keterampilan, etos kerja, karakter, kesedaran akan pentingnya konsistensi mutu dan standarisasi produk barangan dan perkhidmatan, serta wawasan kewirausahaan.
Hal ini didukung hasil kajian Tambunan (2000) yang menyatakan rendahnya kualitas sumber daya manusia merupakan halangan serius bagi banyak industri kecil di Indonesia, terutama dalam aspek-aspek entrepreneurship, manajemen, teknik produksi, pengembangan produk, engineering design, quality control, organisasi bisnis, perakunan, data processing, teknik pemasaran, dan kajian pasar. Sedangkan semua kemahiran ini sangat diperlukan untuk mempertahankan atau memperbaiki kualitas produk, meningkatkan efisiensi dan produktivitas dalam produksi, memperluas pangsa pasar dan menembus pasar baru. Kualitas sumber daya manusia sebagai modal dalam ekonomi dapat dijelaskan sebagai kemampuan atau kapasitas, baik dari pembawaan lahir dan keturunan maupun akumulasi yang dibentuk selama usia kerja yang disediakan untuk bekerja sacara produktif dengan bentuk-bentuk modal yang lain untuk keberlajutan ekonomi produksi. Istilah modal manusia pada umumnya didefinisikan dalam hal pendidikan, termasuk pengetahuan dan kemahiran pada usia kerja (guna tenaga) yang terakumulasi dari hasil pendidikan formal, pelatihan, dan pengalaman. (Centre for the Study of Living Standards, 2003).
Selain pelatihan, aspek lainnya yang menyangkut karakteristik sumber daya manusia adalah aspek pengalaman bekerja. (Hankinson,at.al., 1997). Aspek pengalaman bisaanya diukur pada lama masa seseorang telah bekerja dalam bidang yang sama. Semakin lama seseorang bekerja maka akan semakin tinggi pengalamannya. Implikasinya semakin berpengalaman seseorang bekerja pada bidangnya maka akan semakin meningkatkan kinerja perusahaan.
Keberadaan industri kecil di Indonesia memiliki peranan penting.
Hal ini dilihat pada kontribusinya yang besar ke atas kesempatan kerja dan pendapatan, khususnya di daerah perdesaan dan bagi keluarga berpendapatan rendah.. Komposisi unit usahanya sebanyak 38.985.072, atau 99,85 % dari jumlah perusahaan nasional yang terdapat di semua sektor ekonomi ( Mennegkop & PKM dan BPS, 2000). Industri kecil juga mempunyai peran sebagai motor penggerak bagi pembangunan ekonomi dan komunitas lokal. Peranan Industri kecil yang lebih penting lagi yakni sebagai salah satu faktor utama pendorong perkembangan dan pertumbuhan ekspor non minyak gas dan sebagai industri pendukung yang membuat komponen-komponen dan spare parts untuk industri besar (IB) lewat keterkaitan produksi misalnya dalam bentuk subcontracting.
Adanya perekonomian global dan era perdagangan bebas, industri kecil di Indonesia diharapkan mampu menjadi pencipta pasar di dalam maupun di luar negara dan sebagai salah satu sumber penting bagi surplus neraca perdagangan atau neraca pembayaran (balance of payment). Untuk menghadapi persaingan global maka industri kecil harus meningkatkan keunggulan kompetitifnya, yaitu antaranya dalam hal efisiensi dan produktifitas, penguasaan teknologi, kepengusaha an yang tinggi (Tambunan, 2003; Porter dan Rudden, 1982; Porter, 1985,1986; Grossman dan Helpman, 1993) yang semuanya itu bertumpu pada kualitas sumber daya manusia.Pengembangan industri kecil perlu dipacu lebih cepat antaranya melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sedangkan berbagai masalah yang dihadapi industri kecil nampak terdapat banyak masalah yang berakar pada sumber daya manusia. Clarke (1998) menyebutkan kemampuan dan skill sumber daya manusia di industri kecil dan menengah akan menentukan peningkatan prestasi. Sedangkan upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah melalui pelatihan. Smith (1999) dalam kajiannya menemukan bahwa pelatihan memiliki arti penting dalam pengembangan ekonomi. Memberikan pelatihan langsung kepada industri kecil dianggap merupakan satu-satunya cara yang paling efektif. Namun demikian kes di Indonesia effektiviti pelatihan masih diragukan. Para pengusaha yang pernah mengikuti pelatihan dari pemerintah mengeluh bahwa pelatihan sering terlalu teoritis, waktunya terlalu singkat, tidak ada tindak lanjut dan sering kali tidak sesuai dengan keperluan usaha mereka sebenarnya (Tambunan, 2000). Namun dalam kajian tersebut tidak dijelaskan bagaimana mengukur aspek pelatihannya. Dalam kajian ini aspek pelatihan akan diukur pada jumlah pelatihan yang diterima. Dimana jumlah pelatihan tersebut merupakan ukuran pada banyaknya pelatihan dan jenis pelatihannya. Pengalaman Bekerja merupakan aspek penting dalam menentukan kualitas sumber daya manusia. Sebagaimana kajian pada Centre for the Study of Living Standards (2003), bahwa kemahiran pada usia kerja (guna tenaga) ter-akumulasi salah satunya berakar pada hasil pengalaman. Hal ini didokong Hankinson, at. Al., (1997), dan beliau menyatakan bahwa aspek pengalaman diukur dari lama masa seseorang telah bekerja dalam bidang yang sama.Berdasarkan pelan pembangunan industri kecil sederhana Indonesia (Menperindag,2002) bahwa sesuai kondisi permasalahan yang ada maka kegiatan pembangunan diarahkan agar para pengusaha :
• Mempunyai wawasan dan jiwa wiraswasta yang ulet, patriotik (cinta produk dalam negeri), dan profesional.
• Mampu mengidentifikasi, mengembangkan ataupun memanfaatkan peluang usaha.Mampu mendayagunakan.
• Sumberdaya produktif dan mengakses pasar (lokal, dalam negeri maupun ekspor).
• Teknis/teknologis.Mampu membangun daya-saing (berwawasan efisiensi,
• Produktivitas dan mutu, proaktif-kreatif- inovatif).Semua kemahiran tersebut, didokong oleh pendapat Tambunan (2000), sangat diperlukan untuk mempertahankan atau membaiki kinerja industri kecil yang meliputi peningkatan kualitas produk, efisiensi dan produktiviti dalam produksi, peningkatan penjualan melalui perluasan pangsa pasar dan menembus pasar baru.
3. Pelatihan dan Prestasi
Bidang kajian pelatihan untuk industri kecil bukan hanya masalah yang umum untuk semua bidang industri kecil, tetapi hal itu sebagai warisan yang menjadi asumsi-asumsi tentang pelatihan dari suatu bidang besar bisnis. Pandangan umum setakat ini bahwa pelatihan merupakan suatu hal yang baik yang dapat digunakan untuk meningkatkan prestasi. Hal ini telah menjadi asumsi baik secara implisit maupun eksplisit bahwa pelatihan akan meningkatkan prestasi. Storey (1994) menjelaskan sukar untuk mencoba memisahkan dampak pelatihan pada kinerja industri kecil.Dari banyak kajian tentang pelatihan dan pembangunan sumber daya manusia pada industri kecil yang telah dilakukan menunjukkan adanya keberhasilan dan kegagalan dalam memperoleh kemanfaatan pelatihan. (Cosh 1998; Fox, et.all, 1999). Di dalam berbagai diskusi dan statemen kebijakan sektor usaha kecil telah sering dinyatakan bahwa investasi di dalam pelatihan mengarah ke peningkatan prestasi, tetapi mayoritas studi gagal untuk temukan suatu keterkaitan antara keduanya. Cannon (1997), menyatakan "pembinaan manajemen yang dengan mantap meningkatkan tingkat survival SMES" dan selanjutnya menyatakan bahwa ada bukti seimbang yang menunjukkan bahwa pengembangan dan pelatihan formal memotong tingkat kegagalan sampai separuh".
4. Pengalaman
Pengalaman Bekerja merupakan salah satu aspek yang banyak digunapakai dalam praktek manusia keberkaitannya dengan kinerja kerja karyawan dan kinerja perusahaan. Pengalaman Bekerja dalam industri kecil berbeda dengan industri besar, karena dalam industri kecil tidak diperlukan dalam promosi, kompensasi, seleksi, recruiting dan seumpanya, sebagaimana bisaa diguna pakai dalam industri besar. Pengalaman Bekerja pengusaha tidak hanya diukur dari kuantitatif yaitu lamanya masa kerja, tetapi boleh diukur juga secara kualitatif menyangkut tipe pekerjaan dan kelengkapan kerja. Hal ini dikeranakan pengusaha untuk boleh meningkatkan kinerja perusahaannya tidak cukup hanya mengandalkan lamanya masa kerja yang dimiliki, karena tidak akan cukup untuk memahami soalan yang terjadi akibat perkembangan lingkungan bisnes. Berazas pada hal ini akan dikaji bagaimana aspek Pengalaman Bekerja pengusaha , yang diukur dari jangka masa dan kelengkapan pekerjaan, bagaimana nanti akan memberi kesan atas kinerja Industri kecil.Pelatihan dan Pengalaman Bekerja pengusaha,secara terpisah memiliki dampak yang signifikan ke atas kinerja purata penjualan tiap bulan industri kecil. Karena pelatihan dalam meningkatkan prestasi.Sebagaimana disebutkan dimuka bahwa pada beberapa penelitian ada keraguan untuk menunjukkan dampak pelatihan ke atas prestasi, namun dalam kasus ini keraguan tersebut tidak terbukti.Pelatihan dan Pengalaman Bekerja berdampak positif terhadap kinerja industri kecil. Artinya semakin banyak pelatihan yang disertai, maka kinerja penjualan industri kecil juga semakin tinggi. Demikian halnya semakin tinggi Pengalaman Bekerja yang dimiliki pengusaha maka kinerja penjualan industri kecil juga semakin tinggi.
(http://www.bung-hatta.info/tulisan_198_2.ubh)
5. Undang-undang tentang industri kecil
Adapun undang-undang yang mengatur industri kecil di Indonesia :
1. UU No.5 tahun 1984 tentang Perindustrian menyebutkan bahwa (1) Pemerintah menetapkan bidang usaha industri yang masuk ke dalam kelompok industri kecil yang dapat diusahakan hanya oleh WNI dan (2) Pemerintah menetapkan jenis industri yang khusus dicadangkan bagi kegiatan industri kecil yang dijalankan oleh mapenelitirakat pengusaha dari golongan ekonomi lemah. 2. UU No. 9 tahun 1995 tentang Usaha industri kecil memberikan dasar hukum bagi pemberian fasilitas kemudahan dana, keringanan tarif, tempat usaha, bidang dan kegiatan usaha, dan pengadaan barang dan jasa untuk usaha industri kecil.
(http://www.bung-hatta.info/tulisan_91.ubh)
E. Metodiologi
1. Alasan Pemilihan Lokasi
Peneliti memilih penelitian dilokasi pembuatan kerupuk di pondok pesantren AL WARIDIN Pagotan Madiun karena tempat tersebut sangat menarik untyuk diteliti dan dikaji. Hal ini disebabkan pembuatan kerupuk tersebut dilakukan oleh para santri dan sebagian lagi ustadznya. Ternyata pondok yang mendirikan industri tersebut sangat menguntungkan baik dari pihak pondok maupun warga sekitar yang ingin berwirausaha kerupuk. Karena ditengah mahalnya harga lauk-pauk justru kerupuk menjadi alternatif utama dalam rumah tangga. Dengan adanya pendirian kerupuk tersebut selain meningkatkan perekonomian pondok juga dapat menambah skiil bagi santri. Jadi apabila santri sudah terjun kelapangan selain berbekal ilmu agama mereka juga dituntut untuk bisa menjadi wirausaha.
2. Waktu dan Tempat penelitian
Waktu yang digunakan peneliti untuk penelitian ini mulai awal sampai akhir berlangsung selama 2,5 Bulan, terhitung mulai pertengahan juli sampai akhir september 2008.
Tempat Penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakukan di 3 tempat yaitu:
1) Di pondok pesantren AL WARIDIN,Desa Pagotan Kecamatan Geger Kabupaten Madiun Jawatimur, tempat industeri kerupuk, sebagai tempat diadakan observasi.
2) Di pasar besar Madiun
3) Pondok pesantren AL-INABAH sebagai tempat penyusunan data
3. Jadwal Kegiatan
Untuk lebih jelasnya peneliti akan membuatkan tabel jadwal kegiatan.
Tabel 1.1 Jadwal Penelitian
No Tanggal Jenis Kegiatan
1 21 Juli 2008 Penentuan judul
2 10 Agustus 2008 Penelitia pertama
3 14 Agustus 2008 Penelitian ke dua
4 1 September 2008 Mencari literatur
5 7 September 2008 Bimbingan ke MAN 3 Kediri
4. Populasi dan sample Penelitian
Sesuai judul yang diajukan maka, poulasinya adalah industri kerupuk Alwardah yang didirikan oleh pondok pesantren AL WARIDIN desa Pagotan, kecamatan Geger, kabupaten Madiun. Peneliti mengambil 5 santri dan satu ustadz dan 2 konsumen kerupuk Alwardah untuk dijadikan sampel dalam penelitian.
5. Jenis penelitian
Agar mengarah pada tujuan penelitian, maka peneliti menggunakan metode diskriftif kualitatif sebagai metode yang digunakan dalam penelitian ini. Metode ini dilakukan dengan tujuan memperoleh gambaran secara abstrak (nyata) terhadap prospek pendirian industri kerupuk sebagai penambahan pendapatan pondok dan dalam rangka mencetak santri yang mempunya skiil dan siap terjun dalam masyarakat.
6. Tehnik pengumpulan data
Peneliti mula-mula mendefinisikan dan merumuskan permasalanhan yang akan diteliti. Setelah itu dilaksanakan penelitian kelapangan dengan datang langsung ke tempat pengolahan kerupuk Alwardah di Pondok Pesantren AL WARIDIN desa Pagotan, kecamatan Geger, kabupaten Madiun. Kemudian di susul dengan studi pustaka (Library Research) agar peneliti mendapat data tentang miskonsepsi. Dalam teknik pengumpulan sata ini menggunakan teknik sebagai berikut:
Wawancara (interview). Yaitu percakapan dengan bertatap muka dengan tujuan memperoleh informasi yang jelas dan rinci sesuai keadaan.
Observasi, yaitu study yang datang langsung ketempat lokasi yang dijadikan tempat pembuatan kerupuk Alwardah yaitu di pondok pesantren ALWARIDIN.
Studiy pustaka, yaitu dengan melakukan kajian terhadap literatur yang sesuai dengan penelitian baik lewat buku maupun internet.
BAB II
GAMBARAN UMUM PONDOK PESANTREN AL WARIDIN
Pondok pesantren AL WARIDIN terletak di jalan Hasanudin RT 09/55 desa Pagotan, kecamatan Geger, kabupaten Madiun atau sebelah utaranya pabrik tebu pagotan. Berikut ini adalah gambaran wilayah penelitian desa Pagotan.
A. KONDISI GEOGRAFIS
Desa pagotan termasuk dalam kecamatan Geger. Jumlah desa terbesar terletak di kecamatan ini. Namun julah penduduk kecamatan ini tidak terlalu padat hanya 58.531
Seperti tergambar dalam Tabel berikut ini :
Tabel 1.2 Jumlah Jiwa di kecamatan Madiun
No Kecamatan Jumlah
Kel/Des Luas
(Km 2 ) Penduduk
( Jiwa ) Kepadatan
( Jiwa/Km 2 )
1. Kebonsari 14 47,45 53.565 1.139
2. Dolopo 12 48,85 52.268 1.066
3. Geger 19 36,61 58.531 1.581
4. Dagangan 17 72,36 48.307 671
5. Kare 8 190,85 30.222 158
6. Gemarang 7 101,97 32.200 315
7. Wungu 14 45,54 51.488 1.119
8. Madiun 13 35,93 38.023 1.056
9. Jiwan 14 33,76 55.200 1.623
10. Balerejo 18 51,98 44.490 856
11. Mejayan 14 55,22 42.230 765
12. Saradan 15 152,92 61.984 405
13. Pilangkenceng 18 81,34 54.564 674
14. Sawahan 13 22,15 25.873 1.176
15. Wonoasri 10 33,93 32.622 959
Jumlah 206 1.010,86 686,875 674
B. KONDISI SOSIAL EKONOMI
Mata pencaharian sebagian besar penduduk Desa pagotan adalah bekerja di bidang pertanian, baik sebagai buruh tani atau petani penggarap. Sedangkan sebagian lainnya bekerja sebagai Pegawai, karyawan, pedagang, dan lain-lain.
• Kebudayaan
Kebudayaan masyarakat Desa Pagotan Kabupaten Madiun banyak dipengaruhi oleh budaya Mataraman dan Islam. Sikap hidup sehari-hari sangat sederhana suka bekerja keras, kenyal tehadap pengaruh kehidupan dan budaya asing. Dengan usia yang relatif tua (berdiri Tahun 1763) Pondok pesantren AL WARIDIN telah melaksanakan kegiatan pendidikan dalam rangka membentuk insan muslim yang yang berpengetahuan luas ,terampil dan berakhlak mulia.
Pondok pesantren ini dirintis oleh K.Wahidin yang merupakan pendatang dari daerah Jawa Barat yang masih mempunyai darah keturunan dengan sultan Hasanudin Banten.Kemudian beliau mengembara sampai ketanah Jawa.tepatnya dijawa timur bagian madiun dan merintis sebuah desa yang diberi nama Desa pagotan.Beliau juga mendirikan sebuah masjid dan pondok pesantren sebagai sentral pendidikan Agana islam.
Kemudian perjuangan beliau diteruskan oleh K.Ahmad Asro beliau mengajarkan islam tanpa pamrih sampai wafat.danperjuangan beliau dilanjutkan oleh
1. K.utsman
2. K.Muhammad Arrowi
3. K.Musta’in
4. K.Syahudy
5. KH.Moch.Hasyim
6. KH.Ibnu Hajar(Pengasuh pondok Al Waridin saat ini)
BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
3.1 Deskripsi Wilayah Pondok Pesantren AL WARIDIN Pagotan,Madiun
Desa Pagotan termasuk salah satu desa dari 19 desa di kecamatan Geger, kabupaten Madiun. Letak desa pagotan sangat strategis karena dekat dengan pabrik tebu pagotan.Jadi bila kita dari terminal Seloaji Ponorogo ataupun terminal Madiun kita turun di perempatan Guyangan tepatnya utara pabrik tebu pagotan.Disitu terpampang papan nama pondok pesantren ALWARIDIN. Kurang lebih 500 meter kita dapat menemukan industri kerupuk Alwardah.
3.1 Hasil Penelitian dan pembahasan
1. Faktor yang mendorong untuk mendirikan industri kerupuk
A. Minimnya Penghasilan pondok
Semakin meningkatnya harga kebutuhan karena dipicu kenaikan harga BBM yang mengakibatkan krisis keuangan pondok menuntut pondok pesantren AL WARIDIN untuk berusaha sendiri sekuat tenaga untuk menjadiakan berlangsungnya proses belajar mengajar, meskipun diusia yang relatif tua namun keuangan pondok ini belum maksimal, mengingat para santri yang datang dari berbagai penjuru berasal dari keluarga yang kurang mampu. Para santripun tidak malu tatkala mereka harus bekerja disawah. Mereka melakukan dengan senang hati. kalau masalah pembuatan kerupuk mereka merasa bangga karena dengan modal sendiri mereka dapat mengthidupi pondok. Memang pernah ada tawaran dari pemerintah tentang penambahan modal hanya saja mereka tidak mengambil tawaran tersebut, karena mereka mengganggap modal tersebut justru membebani, karena bunga yang ditawarkan cukup tinggi. Berikut kami sajikan tabel Laporan Pembayaran Bulanan beserta Anggaran pengeluaran.
Tabel 3.1 Pembayaran Bulanan Serta Rencana Kenaikan Tahun 2008/2009 Pondok Putra
No Urain pembayaran tahun 2007 Rp Rencana kenaikan pada tahun 2008/2009
1 Pendaftaran pondok 25.000 35.000
2 Syariah pondok 7.000 10.000
3 Pendaftaran madrasah - 15.000
4 Syariah madrasah 3.000 5.000
5 Ujian semester 3.500 5.000
6 Rapot 3.500 5.000
Tabel 3.2 Pembayaran Bulanan Serta Rencana Kenaikan Tahun 2008/2009 Pondok Putri
No Urain pembayaran tahun 2007 Rp Rencana kenaikan pada tahun 2008/2009
1 Pendaftaran pondok 25.000 35.000
2 Syariah pondok 7.000 10.000
3 Pendaftaran madrasah - 15.000
4 Syariah madrasah 3.000 5.000
5 Ujian semester 3.500 5.000
6 Rapot 3.500 5.000
Tabel 3.3 Laporan Administrasi dan Keuangan Haflah Akhirussanah
Santri kelas Putra I Putra II,III,IV Kelas I & II Kelas III,IV
Haflah akhirussanah Rp. 70.000 Rp. 70.000 Rp. 70.000 Rp. 70.000
Bisyaroh Rp. 25.000 Rp. 25.000 Rp. 25.000 Rp. 25.000
Hataman Rp. 20.000 Rp. 20.000 Rp. 20.000 Rp.125.000
Seragam Rp. 100.000 Rp. 70.000 Rp. 125.000 Rp. 5.000
Ujian semester Rp. 5.000 Rp. 5.000 Rp. 5000 -
Jumlah Rp. 220.000 Rp. 190.000 Rp. 245.000 Rp. 225.000
Tabel 3.4 Rencana Angaran Dana Rojabiyah, Haul, Hataman, dan Haflah Akhirussanah
No Uraian Jumlah
1 Mubalig Rp. 1.300.000
2 KonsumsiMubalighdan tamu Vip Rp. 750.000
3 Konsumsi Mustami’ Rp. 2.500.000
4 Sound system Rp. 850.000
5 Transport 3 hufadz Rp. 1.000.000
6 Dekorasi &dokumentasi Rp. 250.000
7 Kesekretariatan Rp. 200.000
8 Lain-lain Rp. 515.000
Total biaya Rp. 7.665.000
Dari tabel tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa Pemasukan pondok tersebut sangatlah minim.Padahal pengeluaran lebih banyak.
A. Minimnya skiil para Santri
Maraknya dunia industri yang menuntut para karyawannya mempunyai skiil.Maka dari itu pondok ALWARIDIN memilih alternatif mendirikan home industri kerupuk dalam rangka meningkatkan skiil para santri. Mengingat dunia usaha sekarang ini yang diserap justru lulusan SMK. Karana pemerintah mengganggap bahwa lulusan smk lebih banyak dibutuhkan oleh dunia kerja. Dan sebaliknya lulusan SMA Hanya meningkatkan angka pengangguran karena mereka tidak punya ketrampilan. Oleh sebab itu pondok yang berbasis Quran Hadist inipun menuntut para santrinya untuk mempunyai ketrampilan khusus. Karena bagaimanapun IMPAG juga harus di imbangi dengan IPTEK. Apalagi sebagian santri dari ALWARIDIN sudah tidak menempuh pendidikan formal bahkan diantara mereka ada yang berusisa hampir 30 tahun. Maka dari itu pondok ini sering di juluki orang pondok NGABDI DALEM.
B. Bahan mudah didapatkan
Mendirikan industri kerupuk bukanlah hal yang sulit selain tidak memerlukan modal yang banyak juga bahan untuk pembuatannyapun mudah didapatkan.jangankan pasar yang besar, di pasar tradisionalpun bahan pembuatan kerupuk mudah untuk didapatkan.Untuk itu pondok ini bertekat mendirikan industri pengolahan kerupuk
C. Tidak rugi kalau tidak laku
Salah satu keuntungan dari produksi kerupuk adalah tidak terlalu rugi jika barang tdak cepet laku.karena kerupuk yang sudah dikeringkan tidak Akan basi atau busuk. Jadi sewaktu waktu kerupuk yang sudah kering bisa dijual. Selain itu, kerupuk juga dapat digunakan untuk lauk para santri.
D. Tanpa perlu modal yang banyak
Dalam mendirikan industri kerupuk tidaka memekan biaya yang banyak.hanya perlu untuk membeli:
1. Loyang
2. Penanak
3. Kuas
4. Pisau
5. Tabung minyak
6. Widik (tempat penjemuran)
7. Papan
8. Cukit
9. Ember
10. Saringan (kalo)
11. Kompor
12. Minyak tanah atau bisa juga diganti dengan kayu bakar
Bisaanya dalam sekali buat yaitu sekitar 30 kg tepung, hanya memerlukan 2 liter minyak tanah.
E. Tidak memerlukan karyawan yang besar
Dalam proses pembuatan kerupuk karyawan yang diperlukan cukup 5 orang itupun tidak semua bekerja.jadi pekerjaan ini cukup dibilang santai.
F. Waktu yang relatif singkat
Umumnya industri apapun untuk membuat suatu produk memakan waktu yang relatife lama. Akan tetapi proses pembuatan kerupuk ini cukup singkat untuk menghasilkan kerupuk kering seberat 25 Kg hanya memakan waktu sekitar 4 jam. Dalam waktu sehari jika cuaca bersahabat bisa kering dan siap jual.
G. Sebagai bimbingan Karir
Bimbingan karir dapat diartikan sebagai suatu proses kegiatan terus menerus didalam pemilihan dan penyesuaian pekerjaan dimulai dari pengetahuan tentang diri , perkembangan diri (sel consef) dan pemahaman dunia kerja . Di samping itu individu bisa mengetahui berbagai hambatan yang mungkin timbul . Dalam hal ini akan membaw individu kedalam suatu keberhasilan (Depdikbud)
Berarti bimbingan dapat diartikan kegiatan yang dilakukan terus menerus untuk mencari jati diri (kemampuan, bakat,minat dan karakteristik). Disamping itu bimbingan karir juga memperkenalkan berbagai hambatan yang mungkin dihadapi untuk meraih suatu kesuksesan.
Karena mengingat perlunya bimbingan karir, khususnya dalam rangka mempersiapkan profesi dan bakat para santri setelah santri terjun kemasyarakat. Memang selama ini banyak ponpes yang tidak memperhatikan santrinya kemana mereka setelah keluar, pekerjaan apakah yang mereka dapatkan setelah keluar dari ponpes, mampukah mereka beradaptasi dengan masyarakat luar. Untuk itu ponpes ALWARIDIN membekali santrinya dengan ilmu agama dan ketampilan. Adapun tujuan dari bimbingan ini antara lain:
1. Membantu santri untuk menemukan bakatnya.
2. membantu santri untuk menyelesaikan permasalahan yang ada.
3. membantu santri untuk melihat dunia luar terutama dunia kerja yang sedang berkembang saat ini.
4. membantu santri untuk merancang masa depan.
H. Life Skill
Pendidikan kecakapan hidup bukanlah hal yang baru, sebab sudah lama pendidikan ini berkembang di ponpes. Secara umum tujuan life skiil di lingkungan pondok pesantren adalah membantu santri untuk mengembangkan potensi agar dapat memecahkan probela yang ada, menghilangkan kebiasaan yang kurang baik. Maka untu mengisi kekosongan yang ada di ponpes ALWARIDIN uang kemungkinan menimbulkan kebiasaan yang kurang baik, maka pihak pondok mendirikan industri kerupuk.
I. Sebagai Pengelolaan Keuangan
Manejemen keuangan dapat diartikan sebagai tata pembukuan. Sedang arti yang luas pengurusan tentang suatu lembaga terhadap penyandang dana baik individual maupun lembaga. Dalam hal ini meliputi pengeluaran, pemasukan, anggaran dan lain-lain. Manejemen keuangan sangatlah penting dalm menjalankan sebuah pondok. Tanpa adanya manejemen yang baik keuangan ponpes akn mengalami inflansi. Untuk itu ponpes ini juga mengajarkan kepada para santri tata cara pengelolaan keuangan dalam ponpes. Maka dengan adanya industri ini santri dapat berlatih mengelola keuangan.
J. Sebagai perubahan Masyarakat
Mengingat ponpes sebagai agen perubahan sosial maka, dari waktu kewaktu fungsi ponpes berjalan secara dinamis , berubah dan berkembang mengikuti dinamika sosial masyarakat global. Betapa tidak , pada awalnya lembaga tradisional ini mengembangkan fungsi sebagai lembaga sosial dan penyiaran agama (horikhosi, 1987: 232). Dalam perjalanan hingga sekarang ,sebagai lembaga sosial ponpes telah menyelenggarakan pendidikan formal baik berupa sekolah umum maupun sekolah agama. Melihat kondisi yang demikian ponpes belum cukup untuk menjadi agen perubahan sosial. Untuk tuk itu pondok harus mengadakan pendidikan non formal.
Bahkan melihat kharismanya, onpes cukup efektif untuk berperan sebagai perekat hubungan masyararakat baik tingkat lokal, maupun nasional. Maka dari itu salah satu jembatan untuk bergabung dan bersosialisasi dengan masyarakat adalah dengan mengadakan industri kerupuk. Sehingga antar ponpes dan pihak masyarakat terjalin suatu hubungan yang harmonis.
2. Prospek Industri Kerupuk
A. Sebagai Wirausaha yang berkembang Di tengah Krisis Ekonomi
Sejak naiknya harga minyak dunia yang mempengaruhi naiknya kebutuhan pokok, maka banyak masyarakat yang tak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagian masyarakat Madiun memilih untuk membeli lauk krupuk yang menurutnya sesuai dengan keuangan mereka.karena bagaimanapun kalau terlalu memaksa untuk membeli daging mereka justreu tidak kuat. Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh pondok pesantren Alwaridin. Untuk itu Mereka mendirikan industri kerupuk
B. Sebagai pemberdayaan masyarakat
Pada berbagai program pemberdayaa yang bersifat parsial, sektoral dan charity yang pernah dilakukan, sering menghadapi berbagai kondisi yang kurang menguntungkan, misalnya salah sasaran, menumbuhkan ketergantungan masyarakat pada bantuan luar, terciptanya benih-benih fragmentasi sosial, dan melemahkan kapital sosial yang ada di masyarakat (gotong-royong, musyawarah, keswadayaan,). Lemahnya kapital sosial pada gilirannya juga mendorong pergeseran perubahan perilaku masyarakat yang semakin jauh dari semangat kemandirian, kebersamaan dan kepedulian untuk mengatasi persoalannya secara bersama.
Kondisi kapital sosial dan perilaku mayarakat yang melemah serta memudar tersebut salah satunya disebabkan oleh keputusan, kebijakan dan tindakan dari pengelola program pemberdayaan dan pemimpin-pemimpin masyarakat yang selama ini cenderung tidak berorientasi kepada masyarakat golongan ekonomi lemah, tidak adil, tidak transparan dan tidak tanggung gugat. Hal yang demikian akan menimbulkan kecurigaan, kebocoran, stereotype dan skeptisme di masyarakat, akibat ketidakadilan tersebut. Keputusan, kebijakan dan tindakan yang tidak adil ini dapat terjadi pada situasi tatanan masyarakat yang belum madani, yang salah satu indikasinya dapat dilihat dari kondisi kelembagaan masyarakat yang belum berdaya, yang tidak berorientasi pada keadilan, tidak dikelola dengan jujur serta terbuka dan tidak berpihak serta memperjuangkan kepentin masyarakat lemah. Kelembagaan masyarakat yang belum berdaya tersebut pada dasarnya disebabkan oleh karakteristik lembaga masyarakat yang ada di masyarakat cenderung tidak mengakar dan tidak representatif. Di samping itu, ditengarai pula bahwa berbagai lembaga masyarakat yang ada saat ini dalam beberapa hal lebih berorientasi pada kepentingan pihak luar masyarakat atau bahkan untuk kepentingan pribadi dan kelompok tertentu, sehingga mereka kurang memiliki komitmen dan kepedulian pada masyarakat di wilayahnya. Dalam kondisi ini akan semakin mendalam krisis kepercayaan masyarakat terhadap berbagai lembaga yang ada di wilayahnya. Kondisi kelembagaan masyarakat yang tidak mengakar, tidak representatif dan tidak dapat dipercaya tersebut pada umumnya tumbuh subur dalam situasi perilaku/sikap masyarakat yang belum berdaya. Ketidakberdayaan masyarakat dalam menyikapi dan menghadapi situasi yang ada di lingkungannya, yang pada akhirnya mendorong sikap skeptisme, masa bodoh, tidak peduli, tidak percaya diri, mengandalkan bantuan pihak luar untuk mengatasi masalahnya, tidak mandiri, serta memudarnya orientasi moral dan nilai-nilai luhur dalam kehidupan bermasyarakat, yaitu terutama keikhlasan, keadilan dan kejujuran.
Kemandirian lembaga masyarakat ini dibutuhkan dalam rangka membangun lembaga masyarakat yang benar-benar mampu menjadi wadah perjuangan kaum ekonomi lemah, yang mandiri dan berkelanjutan dalam menyuarakan aspirasi serta kebutuhan mereka dan mampu mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kebijakan publik di tingkat lokal agar lebih berorientasi ke masyarakat miskin (pro poor) dan mewujudkan tata kepemerintahan yang baik (good governance), baik ditinjau dari aspek sosial, ekonomi maupun lingkungan, termasuk perumahan dan permukiman.Gambaran lembaga masyarakat seperti dimaksud di atas hanya akan dicapai apabila orang-orang yang diberi amanat sebagai pemimpin masyarakat tersebut merupakan kumpulan dari orang-orang yang peduli, memiliki komitmen kuat, ikhlas, relawan dan jujur serta mau berkorban untuk kepentingan masyarakat, bukan untuk mengambil keuntungan bagi kepentingan pribadi maupun kelompoknya. Tentu saja hal ini bukan merupakan suatu pekerjaan yang mudah, karena upaya-upaya membangun kepedulian, kerelawanan, komitmen tersebut pada dasarnya terkait erat dengan proses perubahan perilaku masyarakat. Menurut peneliti hal tersebut bisa menjadi salah satu indikator bahwa anda mempunyai kepedulian terhadap nasib rakyat miskin dan kemiskinan.
Menurut peneliti, banyak orang yang ketika membicarakan rakyat miskin lebih berorientasi dengan cara pandang apa yang tidak dimiliki rakyat miskin. Bahwa orang miskin tidak meiliki pekerjaan dan pendapatan yang memadai, kualitas SDM yang rendah dll. Sebetulnya hal tersebut tidak salah, dalam konteks untuk memetakan masalah kemudian dicari solusinya yang tepat.
Namun demikian cara pandang tersebut menurut peneliti kurang adil ketika tidak diimbangi dengan melihat apa yang dimiliki oleh rakyat miskin. Sebagai manusia tentu rakyat miskin mempunyai sesuatu potensi yang sebetulnya bisa diberdayakan. Proses pemberdayaan mestinya juga mempertimbangkan dengan seksama apa yang dimiliki rakyat miskin ini.
Cara pandang yang hanya berorientasi kapada apa yang tidak dimiliki rakyat miskin hanya akan menghasilkan kebijakan yang dengan ukuran bukan rakyat miskin sehingga terkesan dipaksanakan dan tidak demokratis, dan bisa berakibat terhadap kegagalan pelaksanaan kebijkasanaan. Dalam kondisi kegagalan kebijakan tersebut, bisaanya rakyat miskinlah yang kembali disalahkan.
Sebagai wujud pengabdian kepada masyarakat pondok pesantren tidak cukup hanya dengan ilmu agama. Akan tetapi pondok pesantren juga harus memperhatikan perekonomian masyarakat.Maka sebagai wujud simpati kepada masyarakat pondok ini mendirikan industri kerupuk.diharapkan dengan adanya industri kerupuk ini tidak hanya pihak pondok yang beruntungakan tetapi masyarakat bisa menjadi wirausaha pedagang kerupuk.
3. Peran industri kerupuk terhadap perekonomian pondok
Peran industri kerupuk terhadap pondok pesantren sangatlah besar.terutama untuk meningkatkan perekonomian pondok.disamping itu industri dalam pondok juga dapat meningkatkan skiil para santri, sehingga setelah keluar dari pondok tidak hanya ilmu agama yang di dapatkan namun juga ketrampilan dalam mengelola industri.diharapkan dengan adanya industri kecil semacam ini santri bviosa menjadi wira usaha yang islamidengan perpaduan antara ilmu pondok dan sosialnya.
4. Peranan industri kerupuk terhadap masyarakat
Ternyata industri kerupuk pondok pesantren ALWARIDIN yang diberi lebel kerupuk Alwardah ini selain menguntungkan pihak pondok tentunya juga menguntungkan para pedagang.seperti dikatakan salah satu pedagang di pasar besar madiun Wahyu Purwanto. Mereka mengaku bahwa produk kerupuk dari pondok pesantren ALWARIDIN laku di pasaran. Jadi mereka juga ikut merasakan hasilnya.
5. Minat konsumen terhadap produksi kerupuk
Berbagai macam alasan, ternyata minat konsumen terhadap kerupuk sangatlah tinggi. Alasan itu diantaranya tingginya harga bahan pokok sehingga kerupuk menjadi alternatif lauk pauk terutama para pedagang nasi. Para penjaja makanan justru lebih suka kerupuk daripada yang lain untuk camilan.Karena selain harga yang murah, kerupuk ini mempunyai rasa bawang yang khas.
6. Proses pembuatan kerupuk
Sebelum proses pembuatan kerupuk dimulai maka persiapan-persiapanpun harus dilakukan secara matang.karena pekerjaan apapun apa bila tanpa adanya persiapan maka hasil yang didapatkan tidak maksimal.oleh karena itu sebelum pembuatan kerupuk juga perlu adanya persiapan supaya dalam proses pembuatan nanti mendapatkan hasil yang sesuai.Ada pun tahap-tahap yang harus dilakukan antara lain sebagai berikut:
b. Tahap persiapan
Dalam tahap persiapan ini ada 2 hal yang harus dilakukan yaitu:
Persiapan alat
1. Loyang
2. Penanak
3. Kuas
4. Pisau
5. Tabung minyak
6. Widik (tempat penjemuran)
7. Papan
8. Cukit (alat untuk mengambil dari loyang)
9. Ember
10. Kompor
11. Saringan (dari kalo tempat nasi)
Persiapan Bahan
Dalam sekali pembuatan bisaanya memeerlukan bahan-bahan sebagai berikut:
1. Tepung terigu 30 Kg
2. Tepung kanji 20 Kg
3. Bawang putih 3,5 Ons
4. Garam 3,5 Ons
5. Penyedap rasa secukupnya
6. Bleng (Pengenyal ) 3,5 Ons
7. Air secukpnya
c. Tahap pengolahan
1. Pencampuran bumbu, air dengan tepung
2. Tepung dibuat adonan
3. Peletakan adonan ke loyang yang telah diolesi minyak goring
4. Adonan yang telah diletakkan di loyang di tanak selama 15 menit (dalam sekali tanak berisi 50 loyang )
5. Pengambilan kerupuk dari loyang dengan cukit
6. Pemotongan kerupuk(setiap 1 loyang dipotong menjadi 12 bagian)
d. Tahap Pengeringan
1. Penataan kerupuk yang masih basah ke widik (biasanya dilakukan oleh santriwati)
2. Kerupuk yang telah ditata siap untuk dijemur.
3. Proses penjemuran memakan waktu 1 hari, akan tetapi bila cuaca tidak mendukung memerlukan sekitar 3 hari.
e. Tahap pembungkusan
Dalam proses ini kerupuk yang sudah kering dibungkus dan diberi lebel kerupuk Alwardah. Dalam setiap bungkusnya seberat 5 kg.
f. Pemasaran
Tahapan ini adalah tahapan yang terakhir dilakukan yaitu proses pemasaran. Proses pemasaran kerupuk ini pertama dilakukan di lingkungan sekitar, kemudian keagen pasar besar Madiun. Bisaanya para santrilah yang mengantarkan paketan kerupuk ke para agen.
Pengeluaran
Biasanya dalam satu kali proses pembuatan kerupuk memerlukan biaya sekitar Rp.117.500,- yang digunakan untuk pembelian bahan, bumbu. Dan minyak tanah.
Omzet penghasilan
Karena industri ini hanya sebagai sampingan maka rata-rata kerupuk yang dihasilkan sekitar 25 Kg kerupuk kering perharinya. Peneliti sarankan agar kerupuk yang dihasilkan lebih banyak maka hendaknya industri ini bukan lagi dijadikan sebagai sampingan namun lebih diprioritaskan. Selain itu bila industri ini lebih maju tidak hanya santri yang menjadi karyawannya namun masyarakat sekitar juga dapat bekrja sebagai karyawan sehingga secara tidak langsung ponpes sebagai pemberdayyan umat. Karena tujuan utama ponpes berdiri adalah sebagai perubaha sosial. Perspektif historis menempatkan ponpes pada posisi yang cukup istimewa dalam khasanah perkembangan sosial budaya masyarakat indonesia. Abdurrahman Wahid menempatkan ponpes sebagai subkultur tersendiri dalam masyarakat indonesia . Menurutnya, lima ribu buah pondok pesantren yang tersebar dienam puluh ribu desa merupakan bukti tersendiri untuk menyatakan sebagai sebuah subkultur (Abdurrahman Wahid, dalam Marzuki Wahid dkk., 1999).
Pendapatan
Berikut kami sajikan tabel pendapatan industri kerupuk AL WARIDIN:
Tabel 3.5 Pendapatan Perhari, perbulan, Pertahun
No Pengeluaran Pendapatan kotor perhari Laba bersih perhari Laba bersih perbulan Laba bersih /Tahun
1 Untuk pembelian bahan perharinya industri ini mengeluarkan biaya sebesar Rp 117.500,00 Rp. 180.000,00 Rp. 180.000-117.500 Rp. 62.500*30 Rp. 1.875.000,00*12
Jumlah Rp. 62.500,00 Jumlah Rp. 1.875.000,00 Jumlah Rp. 22.500.000,00
Keterangan:
1) Setiap kali membuat bisanya menghasilkan 25 Kg kerupuk kering
2) Tiap paket berisi 5 Kg
3) Dan tiap 5 Kg seharga Rp. 36.000,00
7. Pemasaran
Dalam hal pemasaran pondok ini sudah banyak agent baik warga sekitar maupun pedagang yang berada di pasar besar Madiun.masalah pengantaran kerupuk santrilah yang mengantarkannya.Tetapi adakalanya pedagang langsung datang ke pondok.Bisaanya tiap 5 Kgnya dibeli dengan harga Rp.36.000,00 dan dijual lagi dengan harga Rp.40.000,00.Sehingga pedagang mendapat laba Rp.4.000,00.
8. Hambatan
Dalam melakukan kegiatan apapun kita tentunya menemui yang namanya hambatan.Begitu pula yang dirasakan oleh industri ini. Ahmad Bahri salah satu santri yang mengerjakan pembuatan kerupuk mengaku bahwa yang selama ini menjadi hambatan adalah cuaca yang tidak bersahabat.Karena bisanya bila musim penghujan tiba kerupuk yang seharusnya kering dalam waktu satu hari menjadi tiga hari. Natik sebagai pengelola juga menuturkan bahwa bila musim pendaftaran siswa baru tiba bisaanya kerupuk justru kurang diminati oleh pedagang. Pedagang justru lebih bergerak dibidang perdagangan sepeda motor.Namun hal tersebut tidak berlangsung lama hanya selang satu sampai dua bulan. Peneliti sarankan agar industri ini lebih dikembangkan tidak hanya sebagai sampingan akan tetapi dijadikan industri yang besar. Peneliti juga berharap rasa yang dihasilkan tidak hanya rasa bawang namun ada kerupuk rasa lain. Sehingga konsumen bias memilih rasa yang sesuai selera.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan peneliti dapat ditarik sebuah kesimpulan sebagai berikut:
1. Banyak faktor yang memotifasi sebuah pondok untuk mendirikan sebuah industridiantaranya:
a) Minimnya perokonomian pondok
b) Minimnya skiil para santri
c) Bahan mudah didapatkan
d) Tidak memerlukan karyawan yang besar
e) Tanpa perlu modal yang banyak
f) Tidak memerlukan karyawan yang besar
g) Waktu yang relatif singkat
h) Sebagai bimbingan Karir
i) Life Skill
j) Sebagai Pengelolaan Keuangan
2. Prospek industri krupuk diantaranya
a) Sebagai Wirausaha yang berkembang Di tengah Krisis Ekonomi
b) Sebagai pemberdayaan masyarakat
3. Peranan industri terhadap perekonomian pondok
Peran industri terhadap perekonomian pondok sangatlah besar meski tidak bisa mencukupi kebutuhan secara keseluruhan namun bisa menambah pendapatan.
4. Peranan industri kerupuk Alwardah terhadap masyarakat
Ternyata bagi masyarakatpun peranan industri kerupuk ini sangat besar. Jadi industri kkerupuk inipun dapat mengurangi angka kemiskinan di indonesi.Bagaimana tidak banyak masyarakat yang menjadi pedagang krupuk.secara otomatis mereka tidak lagi menganggur.Jadi industri kerupuk dapat meningkatkan pemberdayaan umat.
4.2 Saran
Sebaiknya bagi pondok pesantren yang belum mempunyai usaha sendiri kami sarankan untuk menerapkan industri ini.Karena selain meningkatkan pemberdayaan pondok, masyarakatatau umat juga dapat meningkatkan skiil para santri. Sehingga ketika keluar dari pondok pesantren santri mempunyai bekal ilmu Agama dan skiil. Secara tidak langsung pondok pesantren mengurangi angka kemiskinan.
Pendirian industri kerupuk memang menguntungkan kedua belah pihak.baik pihak intern (pihak pondok pesantren) maupun pihak ekstern (masyarakat). Tetapi dari segi undang-undang pemerintah akan menberikan fasilitas serta dana untuk pengembangan industri kecil. (http://www.bung-hatta.info/tulisan_91.ubh). Namun realita yang ada sebaliknya pemerintah menawarkan bunga tyang terlalu besar sehingga masyarakat banyak yang tidak mengambil kesempatan tersebut.jadi sebaiknya pemerintah menindaklanjuti tentang undang-undang tersebut. Sehingga industri kecil bisa lebih maju.Meskipun tanpa bantuan dari pemerintah dapat berjalan.
0 komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan pesan